Salah satu peristiwa bersejarah yang dialami oleh bangsa indonesia adalah peristiwa sumpah pemuda. Untuk mengetahui mengenai sejarah sumpah pemuda, anda dapat mengunjungi salah satu tempat bersejarah di jalan keramat raya no.106, Jakarta pusat bernama Museum Sumpah Pemuda. Museum ini tidak hanya memiliki informasi mengenai peristiwa sumpah pemuda saja, melainkan juga berbagai informasi mengenai kegiatan para pemuda indonesia dalam berjuang membangun bangsa indonesia sebelum dan sesudah kemerdekaan. Berikut ini adalah sejarah museum sumpah pemuda.
Pada awal abad ke-20 mulai berdiri banyak sekolah di Indonesia, karena itu kebutuhan atas pemondokan pelajar di kota-kota besar terutama Jakartapun muncul. Sangat disayangkan, pada saat itu pondokan khusus di sekolah yang disebut internaat atau kostschool tidak mampu menampung para pemondok yang terus bertambah. Sehingga muncullah rumah-rumah keluarga yang diubah menjadi rumah pondokan atau kosthuis dengan peraturan yang dianggap tidak seketat peraturan di internaat atau kostschool. Gedung museum sumpah pemuda di jalan keramat no. 106 ini termasuk dari salah satu pemondokkan tersebut.
Gedung ini memiliki luas tanah 1.041 m2, bangunan utama seluas 460 m2, dan 14 paviliun yang masing-masing seluas 45 m2. Gedung utama tidak hanya digunakan sebagai tempat tinggal, melainkan juga digunakan untuk debat politik, ruang baca, dan bermain bilyar.
Pada awal pembukaan pemondokkan, gedung milik Sie Kong Liong ini digunakan sebagai tempat pemondokkan para anggota jong java yang kemudian gedung ini dijadikan tempat latihan kesenian dan diskusi politik yang dinamakan langen siswo.
Sejak tahun 1926 penghuni gedung kramat 106 mulai beragam dari berbeda suku dan perguruan tinggi seperti amir syafiruddin, moh. Yamin, assaat dt moeda, a. k. gani, aboe hanifah, moh. Tamzil, dan lain-lain. Mereka semua adalah pemuda yang bercita-cita tinggi, bersemangat tinggi, dan memiliki prestasi yang tidak kalah dengan bangsa Belanda. Mereka membicarakan mengenai tanah air, bangsa, dan bahasa yang akan digunakan kelak ketika Indonesia sudah merdeka.
Dengan beragamnya pemondok di Gedung Kramat 106 ini, konsep persatuan nasional adalah landasan bagi kegiatan diskusi para mahasiswa. Selain itu, kegiatan mahasiswapun bertambah dengan adanya kegiatan kepanduan dan olahraga.
Lambat laun timbullah gagasan untuk mendirikan perhimpunan pelajar yang mendorong bersatunya seluruh organisasi pemuda. Pada September 1926 diumumkanlah pendirian Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) dan menjadikan Gedung Kramat 106 ini sebagai pusat kegiatan PPPI.
Dengan berdirinya PPPI, kegiatan diskusi para mahasiswa bersama dengan para tamu undanganpun menjadi semakin sering dan terarah. Mereka sering membicarakan mengenai bentuk negara yang ideal bagi Indonesia merdeka, poenale sanctie, dan lain-lain. Merekapun sering melakukan perdebatan mengenai revolusi-revolusi yang terjadi di dunia seperti revolusi amerika (1776), revolusi perancis (1789) yang diperdebatkan sampai berbulan-bulan, revolusi cina (1911), dan revolusi rusia (1917). Akibat kondisi sosial yang penuh dengan tekanan menyebabkan para mahasiswa mempelajari berbagai teori mengenai kebebasan dan keadilan sosial seperti pemikiran-pemikiran sun yixian, gandhi, Garibaldi, plato, aristoteles, nocolo machievelli, thomas hobbes, montesque, dan jean jacques rousseau. Buku yang penting bagi mereka adalah buku karya John Stuart Mill yang begitu besar berpengaruh terhadap Kostitusi AS mendapat perhatian lebih dari para mahasiswa karena apa yang terjadi di AS ada persamaan dengan apa yang terjadi di Indonesia.
Menurut dr. Roesmali (ketua IC), sejak tahun 1928 gedung Kramat 106 diberi nama Indonesische Clubgebouw atau indonesische clubhuis disingkat IC. Papan nama IC dipajang di depan gedung Kramat 106 dan hal ini termasuk perbuatan yang berani karena pada saat itu Pemerintah Hindia Belanda sedang ada di bawah kekuasaan Gubernur Jendral H. J. de Graff yang menjalankan politik tangan besi.
Pada tahun 1928 gedung Kramat 106 dijadikan tempat kongres pemuda kedua yang melahirkan sumpah pemuda. Gedung Kramat 106 menjadi pusat kegiatan mahasiswa sampai tahun 1934. Setelah tahun 1934 kegiatan IC dialihkan ke jalan Kramat No. 156. Dengan Adenan Kapau Gani sebagai ketua klub, IC berubah nama menjadi Club Indonesische.
Kemudian, gedung disewakan kepada Pang Tjem Jam sebagai tempat tinggal (1934-1937), Long Jing Tjoe sebagai toko bunga (1937-1948) dan hotel Hersia (1948-1951), dan disewakan pada Inspektorat Bea dan Cukai sebagai kantor dan penampungan karyawannya (1951-1970).
Gagasan untuk melestarikan Gedung Kramat 106 berawal dari dr. Roesmali yang kemudian membentuk sebuah panitia yang beliau ketuai sendiri. Dengan Tan In Hok sebagai bendahara dan kemenakan Prof. Mr. Muhammad Yamin dan ayah Prof. Dr. Harsja Wardhana sebagai anggotanya. Panitia menghubungi walikota DKI Jakarta, Raden Sjamsuridjal. Kemudian walikota yang menggantikannya, Soediro dijadikan Ketua Yayasan Gedung-gedung Bersejarah (Kramat 106, Stovia, dan Menteng 31).
Kemudian upaya diteruskan oleh Prof. Mr. Soenario yang menghubungi tokoh-tokoh yang turut dalam kongres pemuda kedua untuk bersama-sama memperjuangkan upaya pelestarian ini agar pemerintah mau memberi perhatian pada Gedung Kramat 106. Para tokoh tersebut mengirim surat kepada Gubernur DKI Jakarta, Letnan Jendral TNI Ali Sadikin pada 15 Oktober 1968 yang berisi permintaan perhatian Gedung Kramat 106 dan mengembalikannya ke bentuk semula. Para tokoh ini khawatir jika gedung ini dibongkar maka nilai sejarah yang terkaandung di dalamnya akan hilang sama-sekali. Kalau gedung tempat dicetuskannya sumpah pemuda ini tidak terpelihara, maka lama-kelamaan peristiwa itu sendiri akan terlupakan.
Pada tanggal 4 Desember Pds. Direktur Purbakala dan Sejarah mengeluarkan Surat Keputusan nomor: 2163/G.3/69 mengenai Pernyataan Kembali Bangunan Purbakala/Bersejarah di wilayah DKI Jakarta. Tanggal 10 Januari 1972 Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur KDKI No. cb.11/1/12/72 jo Monumenten Ordonantie Staatsblad No.238 tahun 1931 yang menetapkan Gedung Kramat 106 sebagai benda cagar budaya.
Gedung Kramat 106 dipugar oleh Pemda DKI (3 April 1973 – 20 Mei 1973) dan merubah nama Gedung Kramat 106 menjadi Gedung Sumpah Pemuda yang peresmiannya dilakukan pada 20 Mei 1973 oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin. Pada tanggal 30 Mei 1974 gedung ini kembali diresmikan oleh Presiden RI, Soeharto. Pada tahun 1983 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Nugroho Notosusanto mengeluarkan Kepmendikbud No. 029/O/1983, 7 Februari 1983 yang menyatakan bahwa Gedung Sumpah Pemuda dijadikan UPT di lingkungan Direktorat Jendral Kebudayaan dengan nama Museum Sumpah Pemuda.
Sekian adalah sejarah singkat mengenai Museum Sumpah Pemuda. Jika anda tertarik untuk mengunjungi Museum Sumpah Pemuda, berikut ini informasi umum mengenai Museum Sumpah Pemuda:
Alamat
Jalan Kramat Raya No.106, Jakarta Pusat 10420
Telp. 3103217, 3154546; Fax. 3154546
Jam Buka
Selasa – Jumat : 08.00 – 15.00 WIB
Sabtu – Minggu : 08.00 – 14.00 WIB
Senin/Hari besar : Tutup
Tiket Masuk
- Dewasa : Perorangan : Rp 2.000,00
Rombongan : Rp 1.000,00
- Anak-anak : Perorangan : Rp 1.000,00
Rombongan : Rp 500,00
- Pengunjung asing : Rp 10.000,00
Dengan datang ke Museum Sumpah Pemuda, anda dapat melihat bagaimana semangat berjuang dan belajar para pemuda demi bangsa Indonesia yang mudah-mudahan dapat memotivasi semua pihak agar mencontoh semangat tersebut. Mari bersama kita berkunjung ke museum dan janganlah melupakan sejarah.
Oleh: Wanda Anindita.
Daftar Pustaka: Darmansyah, dkk. 2010. Buku Panduan Museum Sumpah Pemuda. Jakarta: Museum Sumpah Pemuda.
Foto patung tokoh-tokoh sumpah pemuda |
Foto monumen persatuan pemuda |
Foto patung W. R. Supratman |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar