Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN)
1. Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.
Dari segi perencanaan pembangunan di Indonesia, APBN merupakan konsep perencanaan pembangunan yang memiliki jangka pendek, karena itulah APBN selalu disusun setiap tahun. APBN disusun agar pengalokasian dana pembangunan dapat berjalan dengan memperhatikan prinsip berimbang dan dinamis.
Apabila ditahun anggaran berjalan perlu ada perubahan tentang APBN maka dapat direvisi. Revisi APBN dilakukan dengan cara pengajuan RUU perubahan APBN untuk kemudian diminta persetujuan dari DPR. Penyusunan APBN didasarkan pada asumsi-asumsi yang disesuaikan dengan beberapa indikator perekonomian makro, diantaranya :
1. Produk Domestik Bruto (PDB)
2. Pertumbuhan Ekonomi
3. Inflasi
4. Nilai Tukar Rupiah
5. Suku Bunga Sertifikat Bank indonesia
6. Harga Minyak Dunia
Penyusunan APBN memiliki tujuan sebagai pedoman pengeluaran dan penerimaan negara agar terjadi keseimbangan yang dinamis dalam melaksanakan kegiatan kenegaraan untuk meningkatkan produksi dan kesempatan kerja dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, anggaran pendapatan dan belanja negara harus dirumuskan sedemikian rupa yang mencakup perkiraan periodik dari semua pengeluaran dan sumber penerimaan.
APBN dirancang berdasarkan landasan hukum tertentu. Landasan hukum tersebut adalah sebagai berikut :
a. UUD 1945 Pasal 23 (sesudah diamandemen) yang pada intinya berisi:
1) APBN ditetapkan setiap tahun dengan Undang-Undang.
2) Rancangan APBN dibahas di DPR dengan memerhatikan pendapat Dewan Perwakilan Daerah.
3) Apabila DPR tidak menyetujui rancangan anggaran yang diusulkan pemerintah, maka pemerintah memakai APBN tahun lalu.
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1994 tentang Pendapatan dan Belanja Negara.
c. Keppres Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN.
1.1 Fungsi APBN
a. Fungsi Alokasi
Berkaitan dengan penggunaan sumber-sumber penerimaan negara untuk membiayai belanja negara.
b. Fungsi Distribusi
Berkaitan dengan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Pemerataan kesejahteraan dapat terwujud jika pemanfaatan penerimaan negara dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
c. Fungsi Stabilitas
Berkaitan dengan pengaturan perekonomian nasional agar tetap seimbang, yaitu permintaan agregat (keseluruhan)sama dengan penawaran agregat. APBN bagi pemerintah sebagai instrumen pengendali perekonomian, baik dalam kondisi perekonomian yang stabil, depresi ataupun inflasi.
d. Fungsi Otorisasi
Mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. Dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
e. Fungsi Perencanaan
Mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk mendukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan lancar.
f. Fungsi Pengawasan
Berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah mengguanakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.
1.2 Tujuan Penyusunan APBN
a. Meningkatkan transparansi dan pertanggungjawaban pemerintah kepada DPR dan rakyat
b. Meningkatkan koordinasi dalam lingkungan pemerintah
c. Membantu pemeritah mencapai tujuan kebijakan fiscal
d. Memungkinkan pemerintah memenuhi prioritas belanja negara
e. Membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan jasa publik.
1.3 Peran APBN
1. APBN sebagai alat mobilisasi dana investasi
Sumber dana investasi beasal dari tabungan (saving). Sumber dana investasi swasata (perusahaan) berasal dari tabungan masyarakat yang terhimpun pada lembaga keuangan bank. Sedangkan sumber dana invstasi pemerintah berasal dari tabungan pemerintah. Tabungan pemerintah terbentuk dari sisa penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin.
Penerimaan dalam negeri terdiri dari penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak (PNBP). Bagian terbesar dari penerimaan dalam negeri berasal dari penerimaan pajak. Untuk APBN 2001 dan 2002, masing-masing penerimaan pajak sebesar Rp 185,54 triliun (61,72%) dan Rp 214,71 triliun (70,42%). Jumlahnya mengalami kenaikan, namuin rasionaya terhadap PDB hampir sama yaitu masing-masing 12,44% (2001) dan 12,51`% (2002) di bawah target 13,00%. Tahun 2001 terbentuk tabungan pemerintah sebesar Rp 81,68 triliun, karena besarnya penerimaan dalam negeri Rp. 300,60 triliun, sedang pengeluaran rutin Rp 218,92 triliun. Sedang tahun 2002 terbentuk tabungan pemerintah Rp 186,19 triliun, karena penerimaan dalam negeri Rp 304,89 triliun sedang pengeluaran rutin turun menjadi Rp 200,38 triliun.
2. APBN sebagai alat stabilisasi ekonomi
Pemerintah menentukan beberapa kebijaksanaan di bidang anggaran belanja dengan tujuan mempertahankan stabilitas proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Tindakan-tindakan ini dapat diringkas sebagai berikut :
1) Anggaran belanja dipertahankan agar seimbang dalam arti bahwa pengeluaran total tidak melebihi penerimaan total.
2) Tabungan pemerintah diusahakan meningkat dari waktu ke waktu dengan tujuan agar mampu menghilangkan ketergantungan terhadap bantuan luar negeri sebagai sumber pembiayaan pembangunan.
3) Basis perpajakan diusahakan diperluas secara berangsur-angsur dengan cara mengintensifkan penaksiran pajak dan prosedur pengumpulannya.
4) Prioritas harus diberikan kepada pengeluaran-pengeluaran produktif pembangunan, sedang pengeluaran-pengeluaran rutin dibatasi. Subsidi kepada perusahaan-perusahaan negara dibatassi.
5) Kebijaksanaann anggaran diarahkan pada sasaran untuk mendorong pemanfaatan secara maksimal sumber-sumber dalam negeri (Anne Booth dan Peter McCawley, 1990)
3. Dampak APBN terhadap perekonomian
Ada beberapa cara untuk menggolongkan pos-pos penerimaan dan pengeluaran yang masing-masing menghasilkan tolak ukur yang berbeda mengenai dampak APBN nya. Tergantung pada tujuan analisa , suatu tolok ukur mungkin lebih cocok dari tolok ukur yang lain. Ada empat tolok ukur dampak APBN, yaitu : saldo anggaran keseluruhan konsep nilai bersih,defisit domestik dan defisit moneter (Anne Booth dan Peter McCawley, 1990).
a. Saldo Anggaran Keseluruhan
Konsep ini ingin mengukur besarnya pinjaman bersih pemerintah dan didefinisikan sebagai :
G – T – B = Bn + Bb + Bf ………………………… (1)
Catatan :
G = Seluruh pembelian barang dan jasa (didalam maupun luar negeri), pembayaran transer dan pemberian pinjaman bersih.
T = Seluruh penerimaan, termasuk penerimaan pajak dan bukan pajak
B = Pinjaman total pemerintah
Bn = Pinjaman pemerintah dari masyarakat di luar sektor perbankan
Bb = Pinjaman pemerintah dari sektor perbankan
Bf = Pinjaman pemerintah dari luar negeri
Jika Pemerintah tidak mengeluarkan obligasi kepada masyarakat, maka saldo anggaran keseluruhan menjadi :
G – T – B = Bb + Bf ……………………………………… (2)
APBN dicatat demikian rupa sehingga menjadi anggaran berimbang :
G – T – B = 0 ……………………………………… (3)
Sejak APBN 2000 saldo anggaran keseluruhan defisit dibiayai melalui:
- Pembiayaan Dalam Negeri :
Ø Perbankan Dalam Negeri
Ø Non Perbankan Dalam Negeri
- Pembiayaan Luar Negeri Bersih
Ø Penarikan pinjaman luar negeri (bruto)
Ø Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri
b. Konsep Nilai Bersih
Yang dimaksud defisit menurut konsep nilai bersih adalah saldo dalam rekening lancar APBN. Konsep ini digunakan untuk mengukur besarnya tabungan yang diciptakan oleh sektor pemerintah, sehingga diketahui besarnya sumbangan sektor pemerintah terhadap pembentukan modal masyarakat.
Peningkatan tabungan pemerintah penting bagi Idnoensia untuk mengurangi ketergantungan pada sumber daya pembangunan (utang) dari luar negeri. Namun kelemahan konsep ini hanya mengukur pembentukan modal pemerintah berupa penambahan jumlah aktiva fisik (dalam pos “pengeluaran Pembangunan”), tidak memperhitungkan pembentukan modal manusiawi (dalam pos “pengeluaran Rutin”) seperti gaji guru, dokter, dan lain-lain pengeluaran lancar.
c. Defisit Domestik
Saldo anggaran keseluruhan tidak merupakan tolok ukur yang tepat bagi dampak APBN terhadap pereknomian dalam negeri maupun erhadap neraca pembayaran. Anne Booth mengemukakan perlunya dippisahkan dua dampak APBN yang berbeda terhadap permintaan agregat (G – T), yaitu pengaruhnya terhadap GDP dan pengaruhnya terhadap neraca pembayaran.
Bila G dan T dipecah menjadi dua bagian (dalam negeri dan luar negeri)
G = Gd + Gf
T = Td + Tf, maka persamaan (2) di atas menjadi
(Gd – Td) + (Gf – Tf) = + Bf
(Gd – Td) = dampak langsung putaran pertama terhadap PDB
(Gf – Tf) = dampak langsaung putaran pertama terhadap neraca pembayaran (Anne Booth dan Peter McCawley, 1990)
Sedangkan uraian orientasi domestik dan orientasi domestik dan orientasi luar negeri dengan persamaan anggaran berimbang sebagai berikut ;
G = R ……………. (1) Gf + Gd = Rf + Rd …………. (4)
G = Gf + Gd …….. (2) Gd – Rd = Rf – Gf …………. (5)
R = Rf + Rd ……... (3) Gd = G – Gf …………. (6)
Rd = R – Rf …………. (7)
Keterangan :
G = total pengeluaran, R = Total penerimaan
Gf = bunga/cicilan utang luar negeri + lainnya
Gd = pengeluaran rutin murni + pengeluaran pembangunan
Rf = penerimaan migas + penerimaan pembangunan (utang luar negeri)
Rd = penerimaan non migas
Gf + Gd = Rf + Rd, menunjukkan anggaran berimbang
Gd – Rd = Rf – Gf, menunjukkan defisit anggaran Dn (Gd – Rd) sama atau ditutup dengan surplus (Rf – Gf) anggaran LN
G – Gf = pengeluaran netto domestik
R – Rf = penerimaan netto domestik
Defisit Anggaran DN (gd – Rd) dalam rupiah dibiayai dengan surplus anggaran Ln (rf – Gf) dalam valuta asing, penukaran semacam ini akan menambah jumlah uang beredar (melalui penambahan base money atau uang primer) jika devisa tadi dibeli langsung oleh Bank Indonesia ataupun bank komersial dengan menciptakan uang giral (Anwar Nasution, 1995).
d. Defisit Moneter Indonesia
Konsep ini banyak digunakan dikalangan pejabat-pejabat keuangan dan perbankan Indonesia terutama angka-angka yang mengukur defisit anggaran belanja ini diterbitkan oleh Bank Idnoensia (sebagai data mengenai “faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar”). Menurut definisi ini, defisit dikur sebagai posisi bersih (netto) pemerintah terhadap sektor perbankan :
G – T – Gf – Gb Karena Bn = 0 (saat itu)
Di dalam konsep ini bantuan luar negeri dianggap sebagai penerimaan, diperlakukan sebagai pos yang tidak mempengaruhi posisi bersih. Bantuan luar negeri tidak dilihat fungsinya sebagai sumber dana bagi kekurangan pembiayaan pemerintah, tetapi sebagai pos pengeluaran yang langsung dikaitkan dengan sumber pembiayaannya. (Anne Booth dan Peter McCawley, 1990).
e. Dampak APBN terhadap Sektor Riil, Moneter, Neraca Pembayaran
Bank Indonesia dalam laporan tahunannya menyajikan perhitungan dampak APBN terhadap sektor riil (permintaan dalam negeri), sektor moneter (ekspansi rupiah pada uang beredar) dan neraca pembayaran.
1) Dampak APBN terhadap sektor Riil
Stimulus fiskal, melalui pengeluaran konsumsi dan investsai pemerintah tahun 2002 diperkirakan mencapai 11,8% dari PDB, dibawah target yang ditetapkan sebesar 12,5% (Rp 211,26 triliun).
Selain melakukan stimulasi fiskal, pemerintah juga melakukan transfer ke sektor sasta dalam bentuk pembayaran bunga utang dalam negeri dan subsidi.
2) Dampak Terhadap Sektor Moneter
Selama tahun 2002 operasi keuangan pemerintah (rupiah) diperkirakan menimbulkan ekspansi bersih pada uang beredar sebesar Rp 19,5 triliun. Angka ini lebih tinggi sekitar 26,7% dari rencana semula karena tidak tercapainya penerimaan pajak dan lebih tingginya realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri.
Dibandingkan tahun 2001, maka ekspansi moneter tahun 2002 mengalami penurunan dari Rp 32,2 triliun menjadi Rp 19,5 triliun berkat penurunan yang tajam pembayaran subsidi dari Rp 77,4 triliun menjadi Rp 40.0 triliun.
3) Dampak APBN terhadap Neraca Pembayaran
Selama tahun 2002 operasi keuangan pemerintah (valuta asing) diperkirakan menghasilkan aliran devisa masuk bersih setara Rp 24,3 trilun, lebih besar dari jumlah ekspansi rupiah (Rp 19,5 triliuan).
Dari perbandingan dampak rupiah dan valas di atas terlihat bahwa aliran deisa masuk bersih sektor pemerintah lebih besar dari ekspansi rupiah bersih sehingga memungkinkan Bank Indonesia untuk menyerap seluruh ekspansi rupiah tersebut melalui sterilisasi valas.
2. Struktur APBN
a. Belanja Negara
Belanja Negara terdiri atas dua jenis, yaitu:
1. Belanja Pemerintah Pusat
Belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas pembantuan). Belanja Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan menjadi: Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Pembiayaan Bunga Utang, Subsidi BBM dan Subsidi Non-BBM, Belanja Hibah, Belanja Sosial (termasuk Penanggulangan Bencana), dan Belanja Lainnya.
2. Belanja Daerah
Belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah, untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan. Belanja Daerah meliputi:
· Dana Bagi Hasil
· Dana Alokasi Umum
· Dana Alokasi Khusus
· Dana Otonomi Khusus
b. Pembiayaan
Pembiayaan meliputi:
1. Pembiayaan Dalam Negeri, meliputi Pembiayaan Perbankan, Privatisasi, Surat Utang Negara, serta penyertaan modal negara.
2. Pembiayaan Luar Negeri, meliputi:
· Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek
· Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium.
3. Tahapan Penyusunan, Pelaksanaan, dan Pertanggungjawaban APBN
a. Penyusunan APBN
Pemerintah (Presiden dibantu para menteri, terutama Menteri Keuangan) menyusun RABPN dalam bentuk RUU tentang APBN kepada DPR berdasarkan asumsi-asumsi, yaitu tentang :
1. Kondisi ekonomi makro seperti Produk Domestik Bruto (PDB) menurut harga yang berlaku
2. Pertumbuhan ekonomi
3. Inflasi
4. Nilai tukar rupiah
5. Rata-rata suku bunga SBI 3 bulan
6. Harga minyak internasional
7. Serta produksi minyak dalam negeri
Dalam menyusun RAPBN digunakan azas kemandirian, azas penghematan, azas penajaman prioritas pembangunan, dan penitik betratan terhadap azas-azas dan undang-undang negara.
Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:
· Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.
· Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.
· Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan penuntutan denda.
Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah:
· Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.
· Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.
· Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.
RAPBN oleh pemerintah diajukan ke DPR dan dilakukan pembahasan dengan melakukan koordinasi dengan pihak-pihak yang berkompeten sesuai bidang masing-masing. Jika telah disetujui, DPR akan mengesahkan RAPBN menjadi APBN. Hak DPR untuk menetapkan anggaran negara disebut Hak Budget. DPR menetapkan Undang-Undang tentang APBN selambat-lambatnya 2 bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan.
b. Pelaksanaan APBN
Setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaan APBN dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.
Berdasarkan perkembangan, di tengah-tengah berjalannya tahun anggaran, APBN dapat mengalami revisi/perubahan. Untuk melakukan revisi APBN, Pemerintah harus mengajukan RUU Perubahan APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR.Perubahan APBN dilakukan paling lambat akhir Maret, setelah pembahasan dengan Badan anggaran DPR.
Dalam keadaan darurat (misalnya terjadi bencana alam), Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya.
c. Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN
Selambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir, Presiden menyampaikan RUU tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN kepada DPR berupa Laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
4. APBN Berimbang dan Dinamis dan APBN Defisit
Pada masa orde baru, APBN selalu didasarkan atas prinsip berimbang dan dinamis. Tujuan anggaran yang berimbang dan dinamis secara mudah dapat diartikan sebagai penghapusan segala bentuk defisit di dalam anggaran. Hal tersebut dilakukan dengan menutup defisit melalui penerimaan yang berasal dari dana luar negeri atau utang luar negeri.
Defisit atau surplus adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Pengeluaran yang melebihi penerimaan disebut defisit, sedangkan penerimaan yang melebihi pengeluaran disebut surplus.
Inilah sebabnya walaupun dimaksudkan untuk menutupi defisit, anggaran yang berimbang dan dinamis sebenarnya malah menimbulkan defisit baru yang lebih besar lagi.
Namun, sejak tahun 1999, APBN tak lagi mengacu pada prinsip berimbang melainkan mengacu pada prinsip anggaran tidak seimbang atau anggaran defisit. Dalam anggaran defisit, utang luar negeri yang digunakan untuk menutup defisit dimasukkan ke dalam pos pembiayaan luar negeri.
4.1 Prinsip – Prinsip dalam APBN
1. Prinsip Anggaran Dinamis
a) Anggaran bersifat dinamis absolut apabila Tabungan Pemerintah dari tahun ke tahun terus meningkat.
b) Anggaran bersifat relatif apabila prosentase kenaikan Tabungan Pemerintah terus meningkat atau prosentase ketergantungan pembiayaan pembangunan dari pinjaman luar negeri terus menurun.
Anggaran dinamis relatif
(1) Prosentase perubahan TP (DTP)
DTP = ( TPx - TP(x-1) ) : ( TP(x-1) ) . 100%
(2) Prosentase Ketergantungan Pembiayaan
Bi = (BLN) : (DP) . 100%
Keterangan :
TPz = tabungan pemerintah tahun x
TP(x-1) = tabungan pemerintah tahun sebelumnya
B1 = tingkat ketergantungan pembiayaan dari bantuan LN
2. Prinsip Anggaran Defisit
a) Pinjaman luar negeri tidak dicatat sebagai sumber penerimaan tetapi sebagai sumber pembiayaan.
b) Defisit anggaran ditutup dengan sumber pembiayaan dalam negeri + sumber pembiayaan luar negeri (bersih).
Anggaran Defisit
PNH – BN = DA
DAP = AP – T
PbDN = PkDN + Non-Pk DN
PbLN = PPLN – PC PULN
Keterangan :
PNH = pendapatan negara dan hibah
BN = belanja negara
DA = defisit Anggaran
PbDN = pembiayaan DN
PkDN = Perbankan DN
Non-PkDN = Non-Perbankan DN
PbLN = pembiayaan LN
PPLN = penerimaan pinjaman LN
PCPULN = pembayaran cicilan pokok Utang luar Negeri
BLN = bantuan luar negeri
Anggaran Berimbang
PDN – PR = TP
DAP = AP – TP
Keterangan :
PDN = Pendapatan DN
PR = pengeluaran rutin
TP = tabungan pemerintah
DAP = defisit anggaran pembangunan
AP = anggaran pembangunan
3. Prinsip Anggaran Fungsional
a) Anggaran fungsional berarti bahwa pinjaman luar negeri hanya berfungsi untuk membiayai anggaran belanja pembangunan da bukan untuk membiayai anggaran belanja rutin.
b) Bantuan luar negeri hanya sebagai pelengkap. Artinya, semakin kecil sumbangan/pinjaman luar negeri terhadap pembiayaan anggaran pembanguna, maka makin besar fungsionalitas anggaran.
Anggaran fungsional berarti bahwa bantuan/ pinjaman LN hanya berfungsi untuk membiayai anggaran belanja pembangunan (pengeluaran pembangunan) dan bukan untuk membiayai anggaran belanja rutin. Prinsip ini sesuai dengan azas “bantuan luar negeri hanya sebagai pelengkap” dalam pembiayaan pembangunan. Artinya semakin kecil sumbangan bantuan/ pinjaman luar negeri terhadap pembiayaan anggaran pembangunan, maka makin besar fungsionalitas anggaran.
Di sini perlu kiranya diberi tolok ukur kuantitatif untuk menentukann sampai seberapa jauh makna kata “sebagai pelengkap” misalnya :
1). Bila nilai Ri : > 50% = bantuan/pinjaman luar negeri sebagai sumber daya utama
2). Bila nilai Ri : 20% - 50% = bantuan/ pinjaman luar negeri sebagai sumber dana penting.
3). Bila nilai Ri : < 20% = bantuan/ pinjaman luar negeri sebagai sumber dana pelengkap
Pada tahun 1974/1975 nilai Ri sebesar 213,9% (terkecil) dan tahun 1988/ 1989 nilainya 81,5% (terbesar). Selama Pelita I sampai Pelita V, rata-rata nilai Ri sebesar 46,3%. Jadi selama 25 tahun membangun, bantuan/ pinjaman luar negeri masih merupakan sumber dana yang penting bagi pembiayaan pembangunan di Indonesia.
5. Sumber Dana (Pemasukan) APBN
Penerimaan Dalam Negeri, terdiri atas:
a. Penerimaan Pajak
· Pendapatan Pajak Dalam Negeri.
· Pajak Penghasilan (PPh) ( Migas dan Non Migas )
· Pajak Pertambahan Nilai (PPn)
· Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
· Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
· Cukai dan Pajak lainnya
· Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional.
· Bea Masuk
· Pajak / Pungutan Ekspor
b. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), meliputi :
· Penerimaan Sumber daya Alam.
· Pendapatan Bagian Laba BUMN.
· Pendapatan Negara Bukan Pajak lainnya.
· Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU).
c. Penerimaan Pembangunan, meliputi:
· Pendapatan dan bantuan dari luar negeri.
6. Pengalokasian (Pengeluaran) APBN
a. Pengeluaran Pemerintah Pusat
Belanja Pegawai (PNS, TNI, POLRI, Pensiunan).
b. Belanja Barang
Dialokasikan untuk:
1. Mempertahankan fungsi pelayanan public.
2. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengadaan barang dan jasa, perjalanan dinas,pemeliharaan aset negara.
3. Mendukung kegiatan pemerintahan.
d. Belanja Modal
Yaitu belanja yang digunakan untuk membiayai pembentukan modal dalam bentuk tanah, peralatan, mesin, gedung, jaringan, dan sarana fisik lain.
e. Pembayaran Bunga Utang
Pembayaran utang dalam negeri dipengaruhi oleh tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Pembayaran utang luar negeri bersumber dari pinjaman bilateral, multilateral, fasilitas kredit eskpor, dan pinjaman lain.
f. Belanja Subsidi
Digunakan untuk menjaga stabilitas harga, membantu masyarakat kurang mampu, membantu usaha skala mikro dan menengah, BUMN , membantu BUMN yang melaksanakan pelayanan umum.
g. Belanja Hibah
Merupakan transfer uang, barang, jasa yang bersifat tidak wajib kepada pemerintah daerah, BUMN, BUMD, negara lain, atau organisasi internasional.
h. Bantuan Sosial
Diberikan dalam bentuk transfer uang atau barang kepada masyarakat melalui lembaga nirlaba (sosial) untuk melindungi resiko sosial.
i. Belanja Daerah
Dana Perimbangan, meliputi:
1. Dana Bagi Hasil (DBH), yaitu dana bagian daerah yang bersumber dari penerimaan daerah, baik pajak maupun sumber daya alam (dalam bentuk prosentase).
2. Dana Alokasi Umum (DAU), yaitu instrumen yang bersifat umum (block grant) guna mengatasi ketimpangan fiskal antar daerah untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah.
3. Dana Alokasi Khusus (DAK), yaitu instrumen transfer bersifat khusus (specific grant) untuk membiayai kebutuhan khusus daerah dan atau nasional.
4. Dana Otonomi Khusus dan Dana Penyesuaian
· Dana Otonomi Khusus diberikan kepada daerah-daerah yang masih tertinggal untuk pembiayaan pendidikan, kesehatan, dll.
· Dana Penyesuaian, diberikan kepada daerah yang menerima DAU lebih kecil dari tahun sebelumnya.
Sumber:
Gambar:
APBN
BalasHapus