Asuransi
Hidup penuh dengan risiko yang terduga maupun tidak terduga,
oleh karena itulah kita perlu memahami tentang asuransi. Beberapa kejadian alam
yang terjadi pada tahun-tahun belakangan ini dan memakan banyak korban, baik
korban jiwa maupun harta, seperti mengingatkan kita akan perlunya asuransi.
Bagi setiap anggota masyarakat termasuk dunia usaha, resiko untuk mengalami
ketidakberuntungan (misfortune)
seperti ini selalu ada (Kamaluddin: 2003). Dalam rangka mengatasi kerugian yang
timbul, manusia mengembangkan mekanisme yang saat ini kita kenal sebagai
asuransi.
Asuransi atau dalam bahasa Belanda “Verzekering” yang berarti pertanggungan. Dalam pasal 246 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek
Van Koophandle, bahwa asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian
dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri dengan seseorang tertanggung dengan
menerima uang premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin
akan didenda karena suatu peristiwa tak tentu. Ketentuan ini berlaku bagi
semua macam pertanggungan, baik yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD) maupun yang ada di luar Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1992, yang dimaksud dengan
asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan
mana pihak penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi
asuransi untuk memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari
suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Asuransi berasal mula dari masyarakat Babilonia 4000-3000 SM
yang dikenal dengan perjanjian Hammurabi. Kemudian pada tahun 1668 M di Coffee House London berdirilah Lloyd of
London sebagai cikal bakal asuransi konvensional. Sumber hukum asuransi adalah
hukum positif, hukum alami dan contoh yang ada sebelumnya sebagaimana
kebudayaan.
Asuransi membawa misi ekonomi sekaligus sosial dengan adanya
premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi dengan jaminan adanya transfer of risk, yaitu pengalihan
(transfer) resiko dari tertanggung kepada penanggung. Asuransi sebagai
mekanisme pemindahan resiko dimana individu atau business memindahkan sebagian
ketidakpastian sebagai imbalan pembayaran premi. Definisi resiko disini adalah
ketidakpastian terjadi atau tidaknya suatu kerugian (the uncertainty of loss).
Asuransi di Indonesia berawal pada masa penjajahan Belanda,
terkait dengan keberhasilan perusahaan dari negeri tersebut di sektor
perkebunan dan perdagangan di Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan jaminan
terhadap keberlangsungan usahanya, tentu diperlukan adanya asuransi.
Perkembangan industri asuransi di Indonesia sempat vakum selama masa penjajahan
Jepang.
Agar suatu kerugian potensial (yang mungkin terjadi) dapat
diasuransikan (insurable) maka harus
memiliki karakteristik: 1) terjadinya kerugian mengandung ketidakpastian, 2)
kerugian harus dibatasi, 3) kerugian harus signifikan, 4) rasio kerugian dapat
terprediksi dan 5) kerugian tidak bersifat katastropis (bencana) bagi
penanggung.
Asuransi bertujuan untuk (R adiks Purba, Memahami Asuransi di
Indonesia, Jakarta : Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen, 1995, halaman
56):
1.
Tujuan Ganti Rugi
Ganti rugi yang diberikan oleh penanggung kepada tertanggung
apabila tertanggung menderita kerugian yang dijamin oleh polis, yang bertujuan
untuk mengembalikan tertangung dari kebangkrutan sehingga ia masih mampu
berdiri seperti sebelum menderita kerugian.
Jadi tertanggung hanya oleh boleh memperoleh ganti
rugi sebesar kerugian yang dideritanya, artinya tertanggung tidak boleh
mencari keuntungan (speklasi) dari asuransi. Bagitu juga dengan penanggung, ia
tidak boleh mencari keuntungan atas interst yang ditanggungnya, kecuali
memperoleh balas jasa atau premi.
2.
Tujuan tertanggung
·
Untuk memperoleh rasa tentram dan aman dari resiko yang
dihadapinya atas kegiatan usahanya atas harta miliknya.
·
Untuk mendorong keberanianya mengikatkan usaha yang lebih
besar dengan resiko yang lebih besar pula, karena risiko yang benar itu
idiambil oleh penanggung.
3.
Tujuan Penanggung
·
Tujuan Umum, yaitu: memperoleh keuntungan selain menyediakan
lapangan kerja, apabila penanggung membutihkan tenaga pembantu.
·
Tujuan Khusus, adalah:
o Meringankan resiko yang yang
dihadapi oleh para nasabah atau para tertanggung dengan mangambil alhi risiko
yang dihadapi.
o Menciptakan rasa tentram dan aman
dikalangan nasabahnya, sehingga lebih berani mengikatkan usaha yang lebih besar.
o Mengumpulkan dana melalui premi yang
terkumpul sedikit demi sedikit dari para nasabahnya sehingga terhimpun dana
besar yang dapat digunakan untuk membiayai pembagian Bangsa dan Negara.
Asuransi atau pertanggungan di Indonesia sebenarnya berasal
dari hukum Berat, baik dalam pengertian maupun dalam bentuknya. Asuransi
sebagai bentuk hukum di Indonesia yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yang mempunyai beberapa sifat sebagai berikut (W irjono Projodikoro, Hukum
Asuransi di Indonesia jakarta, Inter Masa, 1994, halaman 10):
a.
Sifat Perjanjian
Semua asuransi berupa perjanjian tertentu (Boyzondere Over
Komst), yaitu suatu pemufakatan antaar dua pihak atau lebih dengan maksud akan
mencapai suatu tujuan, dimana seorang atau lebih berjanji terhAdap seorang lain
atau lebih (pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
b.
Sifat timbal balik (Weder Kerige)
Persetujuan asuransi atau pertanggungan merupakan suatu
persetujuan timbal balik (Weder Kerige Overeen Komst), yang berarti bahwa
masing-masing pihak berjanji akan melakukan sesuatu bagi pihak lain.
Pihak terjamin berjanji akan membayar uang premi, pihak
penjamin berjanji akan membayar sejumlah uang (uang asuransi) kepada pihak
terjamin, apabila suatu peristiwa tertentu terjadi.
c.
Sifat Konsensual
Persetujuan asuransi atau pertangungan merupakan suatu
persetujuan yang bersifat konsensual, yaitu sudah dianggap terbentuk dengan
adanya kata sepakat antara kedua belah pihak (pasal 251 KURD).
d.
Sifat Perkumpulan
Jenis asuransi yang bersifat perkumpulan (Vereeninging) adalah asuransi saling
menjamin yang terbentuk diantara para terjamin selaku anggota. Asuransi seperti
ini disebutkan dalam pasal 286 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) yang
menyatakan bahwa asuransi itu takluk pada persetujuannya dan
peraturannya.
Perkumpulan asuransi diatur dalam Pasal 1635, 1654 dan 1655
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), yang dapat disimpulkan bahwa
perkumpulan asuransi saling menjamin merupakan “Zadelijk Lichaam” yang artiny
asuransi dalam masyarakat dapat bertindak selaku orang dan dapat mengadakan
segala perhubungan hukum dengan orang lain secara sah.
Perkumpulan asuransi dapat bertindak kedalam dan keluar,
yaitu kedalam jdapat mengadakan persetujuan asuransi dengan para anggota selaku
terjamin, dan keluar dengan perbuatan hukum lainnya, persetujuan ini takluk
pada ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), baik dengan anggota
sendiri maupun dengan orang lain.
e. Sifat Perusahaan
Asuransi yang
mengatur sifat perusahaan adalah asuransi secara premi dimana diadakan antara
pihak penjamin dan pihak terjamin, tanpa ikatan hukum diantara terjamin
dengan orang lain yang juga menjadi pihak terjamin terhadap si penjamin.
Dalam hal ini
pihak penjamin biasanya bukan seorang individu, melainkan suatu badan yang
bersifat perusahaan, yang memperhitungkan untung rugi dalam tindakannya.
Fungsi utama dari asuransi adalah sebagai mekanisme untuk
mengalihkan resiko (risk transfer
mechanism), yaitu mengalihkan resiko dari satu pihak (tertanggung) kepada
pihak lain (penanggung). Pengalihan resiko ini tidak berarti menghilangkan
kemungkinan misfortune, melainkan pihak penanggung menyediakan pengamanan
finansial (financial security) serta
ketenangan (peace of mind) bagi
tertanggung. Sebagai imbalannya, tertanggung membayarkan premi dalam jumlah
yang sangat kecil bila dibandingkan dengan potensi kerugian yang mungkin
dideritanya (Morton:1999).
Premi
di dalam Asuransi
-
Polis Asuransi
Suatu perjanjian asuransi atau pertanggungan bersifat
konsensual (adanyakesepakatan), harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta
antara pihak yang mengadakan perjanjian. Pada akta yang dibuat secara tertulis
itu dinaman “polis”. Jadi, polis adalah tanda bukti perjanjianprtanggungan yang
merupakan bukti tertulis.
Pada perjanjian asuransi atau pertanggungan antara para
pihak, seorang penanggung harus menyerahkan polis kepada tertanggung dalam
jangka waktu sebagai berikut (Radiks
Purba, Op Cit. halaman 59):
·
Bila perjanjian dibuat seketika dan langsung antara
penanggung dan tertanggung yang dikuasakan tertanggung, maka polis yang telah
ditandatangani oleh penanggung harus duserahkan kepada tertanggung dalam tempo
24 jam (pasal 259 KUHD).
·
Jika pertanggungan dilakukan mulai makelar asuransi (broker), maka polis yang telah
ditandatangani oleh penanggung harus diserahkan kepada tertangung paling lama
dalam tempo 8 (delapan) hari (pasal 260 KUHD).
-
Fungsi Umum Polis, adalah:
·
Perjanjian pertanggungan (Contract Of Indonesia)
·
Sebagai bukti jaminan dri penanggung kepada tertanggung
untuk mengganti krugian yang mungkin dialami oleh tergugat akibat peristiwa
yang tidak diduga sebelumnya dengan prinsip:
o Untuk mengembalikan tertanggung
kepada kedudukannya semula sebelum mengalami kerugian; atau
o Untuk mengindarkan tertanggung dari
kebangkrutan (Toial Collapse)
·
Bukti pembayaran premi asuransi oleh tertanggung kepada
penanggung sebagai balas jasa atas jaminan penanggung.
-
Polis pada Umumnya dalam Asuransi
Sesuai dengan peraturan Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD),
dengan pengecualian terhadap asuransi atau pertanggungan jiwa, terdapat 8
(delapan) syarat diantaranya yaitu (N Purwosujipto, SH. Pengertian
Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, Hukum Pertanggungan, Jakarta : Djambatan,
1990, halaman 63)
- Hari ditutupnya perjanjian pertanggungan
- Yang menutup pertanggungan, atas namanya sendiri atau atas tanggungan orang ketiga.
- Uraian yang jelas mengenai benda pertangungan atau obyek yang dijamin
- Jumlah pertanggungan, untuk mana diadakan jaminan (uang asuransi)
- Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh penanggung
- Saat mulai dan akhir tenggang waktu, dalam mana didakan jaminan oleh penjamin.
- Jumlah uang Premi yang harus dibayar oleh si terjamin
- Keterangan tambahan yang perlu diketahui oleh penjamin dan janji-janji khusus yang diadakan oleh kedua belah pihak.
-
Premi Di Dalam Asuransi
Pengertian premi dalam asuransi atau pertanggungan adalah
kewajiban tertanggung, dimana hasil dari kewajiban tertanggung akan digunakan
oleh penangung untuk mengganti kerugian yang diderita tertanggung.
Premi biasanya ditentukan dalam suatu presentase dari jumlah
pertanggungan, dimana dalam presentase menggambarkan penilaian penanggung
terhadap resiko yang ditanggungnya, penilaian penanggung berbeda-beda, akan
tetapi hal ini dipengaruhi oleh hukum permintaan dan penawaran (mmy
Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan, Yogyakarta : Seksi Hukum Dagang
Fakultas Hukum UGM, 1990, halaman 41).
Fungsi dari premi merupakan harga pembelian dari tanggungan
yang wajib diberikan oleh penanggung atau sebagai imbalan resiko yang
diperalihkan pertanggungan dibuat, kecuali pertanggungngan saling menanggung.
Sedangkan mengenai pembayaran premi, biasanya dibayar tunai pada saat
perjanjian pertanggungan ditutup. Tetapi jika premi diperjanjikan dengan
anggaran maka premi dibayar pada permulaan tiap-tiap waktu angsuran.
Subyek
dan Obyek Asuransi
-
Subyek Asuransi
Dalam tiap-tiap persetujuan selalu ada 2 (dua) macam subyek,
yaitu di satu pihak seorang atau badan hukum mendapat badan kewajiban untuk
sesuatu, dan dilain pihak ada seorang atau suatu badan hukum yang mendapat hak
atas pelaksanaan kewajiban itu, maka dalam tiap-tiap persetujuan selalu ada
pihak berkewajiban dan pihak berhak. Dengan demikian, para pihak dalam
perjanjian pertanggungan yaitu penanggung dan tertanggung.( bid, halaman 34)
Jadi berdasarkan Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
(KUHD) bisa disaimpulkan bahwa ada dua pihak yang berperan sebagai subyek
asuransi, yaitu:
- Pihak tertanggung, yaitu pihak yang mempunyai harta benda yang diancam bahaya. Pihak ini bermaksud untuk mengalihkan resiko atas harta bendanya, atas peralihan resiko tersebut pihak tertanggung mempunyai kewajiban untuk membayar premi.
- Pihak penanggung, yakni pihak yang mau menerima resiko atas harta benda orang lain, dengan suatu kontra prestasi berupa premi. Dengan demikian apabila terjadio peristiwa yang mengakibatkan keinginan penanggnglah yang memberi ganti rugi
-
Obyek Asuransi
Yang dipergunakan pada umumnya adalah harta benda seseorang
atau tepatnya milik atas harta benda, misalnya; rumah, bangunan, perhiasan dan
benda berharga lainnya. Dalam hal ini dikatakan bahwa yang pertanggungkan
adalah sama dengan benda pertanggungan.
Disamping itu bisa terjadi bahwa obyek pertanggungan tidak
sama dengan benda pertanggungan. Contohnya asuransi kendaraan bermotor, benda pertanggungannya
adalah tanggung jawab pemilik pabila kendaraan itu membuat celaka orang
lain.
Jadi ada 3 (tiga) hal yang dapat didipertanggungkan (obyek
asuransi), yaitu:
·
Risiko pribadi, yaitu kehidupan dan kesehatan.
·
Hak milik atas benda
·
Tanggung jawab atau kewajiban yang harus dipikul seseorang.
Obyek pertanggungan dikenal pula dengan sebutan
“Kepintangan”. kepentingan merupakan unsur utama dalam pertanggungan Pasal 250
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) menyebutkan bahwa bila pada waktu pertanggungan
seorang tertanggung tidak mempunyai kepentingan atas benda yang
dipertanggungkan, penanggung tidak wajib memberi ganti rugi.
Mengingat pentingnya obyek pertanggungan tersebut maka tidak
setiap kepentingan dapat dieprtanggungkan. Agar dapat diprtanggungkan,
kepentingan yang dimaksud harus memenuhi syarat tertentu.
Pasal 268 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
menyatakan, bahwa yang dapat menjadi obyek asuransi ialah semua kepentingan
yang:
- Dapat dinilai dengan sejumlah uang
- Dapat diancam oleh macam bahaya
- Tidak dikecualikan oleh undang-undang
Ada kalanya diadakan asuransi terhadap kemungkinan orang
menderita karena tidak mendapat untung dalam suatu perusahaan. Dalam hal ini
tidak ada suatu benda berwujud, yang akan musnah atau akan ada kerusakan dan
sebagainya. Jadi selama persetujuan asuransi berjalan, tidak ada suatu benda
yang terlihat sebagai barang yang terkena suatu macam bahaya (W irjono Prof Jodikoro, SH.,
Asuransi di Indonesia, penerbit PT Intermasa, Jakarta, 1994, halaman 41).
a.
Benda Pertanggungan
Jika seorang pemilik rumah mempertanggungkan rumahnya
terhadap bahaya kebakaran, maka disini benda pertanggungannya ialah apa yang
menjadi obyek dari bahaya itu, yaitu rumahnya. Kerugian yang timbul disebabkan terbakarnya
rumah. Sebagai akibat kebakaran rumah, maka pemilik menderita suatu kehilangan
yang akan diganti kerugiannya oleh penanggung dan rumah itulah benda yang
terkena.
Dalam hal ini benda pertanggungannya jatuh bersamaan dengan
pokok pertanggungannya (Prof.
emmy Pangaribuan Simanjuntak, Op Cit, Halaman 13 : 14).
b.
Kepentingan Yang Tidak Jatuh Bersamaan Dengan Benda Pertanggungan
Ada pertanggungan dimana benda pertanggungannya dan pokok
pertanggungannya tidak jatuh bersama. Pokok pertanggungan berbeda dengan benda
pertanggungan, walaupun sering dikemukakan bahwa pokok penanggungan dan benda
pertanggungan itu adalah identik.
Kepentingan adalah obyek pertanggungan dan merupkan hak
subyektif yang mungkin akan lenyap atau berkurang karena terjadinya suatu
peristiwa tak tentu atau tidak pasti. Unsur kepentingan adalah unsur mutlak
harus ada pada tiap-tiap pertanggungan, baik pada sat ditutupnya pertanggungan
maupun pada saat terjadinya evenemen.
Molengraff mendefenisikan bahwa yang dimaksud dengan
kepentingan ialah harta kekayaan atau sebagian dari harta kekayaan tertanggung
yang dipertanggungkan yang mungkin diserang bahaya. Definisi Molengraff ini
menunjuk langsung pada benda, yakni harta kekayaan.
Namun hal ini sulit dijelaskan pada pertanggungan kendaraan
bermotor dengan WA (Wettelijke Annsprakelijkeheid), yaitu pertanggungan
tanggung jawab menurut hukum. Pada pertentangan jenis ini yang merupakan
kepentingan ialah kewajiban tertanggung menurut hukum terhadap kerugian pada
pihak ketiga. Jadi singkatnya menurut Purwosutjipto, S.H., kepentingan adalah
hak dan kewajiban tertanggung yang dipertanggungkan.
Daftar
Pustaka
(All Received: 13/3/2013)
‘sorry for mistaken. Criticism and
suggestions are needed. Please leave your comment below. Best regard – wanda anindita,
SMAK05 –‘
Tidak ada komentar:
Posting Komentar